Senin, 09 Maret 2015

blusuk blisuk bareng rencang jogger

Pagi masih petang, di luar sana suasana cukup bersahabat untuk menikmati pemandangan di luar rumah. Sepertinya bersepeda menjadi pilihan yang tak kalah menarik untuk dilakukan. Akhirnya kami memutuskan untuk mecoba jalur Imogiri – Mangunan – Dlingo dengan bersepeda. Dengan mengendarai sepeda, siap menaklukan tanjakan tinggi dan berkelok di sepanjang Kecamatan Imogiri hingga Kecamatan Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Rute bersepeda kali ini mengambil jalur Makam Imogiri –  Mangunan – Dlingo – Patuk – Piyungan – Prambanan dengan start dari Pakem dengan jarak kurang lebih 75 km.
Kecamatan Imogiri yang juga berbatasan dengan Kecamatan Dlingo merupakan dua  kecamatan yang memiliki dampak parah saat terjadi gempa 27 Mei 2006 lalu. Topografi kedua kecamatan ini didominasi oleh perbukitan kapur, namun masih hijau. Kegiatan sehari-hari penduduknya sebagian besar adalah petani. Selain itu, karena bentangan wilayahnya yang unik, cocok untuk kegiatan out bound, track trail. Bahkan di Mangunan, Dlingo terdapat track trail bagi para pecinta sepeda gunung.
Dengan kecepatan di bawah rata-rata alias cukup 25 km/jam saja, tak terasa kaki ini telah mengayuh sepeda hingga Imogiri. Suasana udara pagi yang segar ditemani segelas wedhang uwuh, yang merupakan minuman khas Imogiri yang dipilih dan  diramu dari bahan bermanfaat untuk kesehatan dan cocok sebagai penghangat serta pecel dan tahu bacem menemani kita sarapan pagi di pelataran parkir Makam Imogiri,  untuk menghimpun energi sebelum bertarung menaklukan tanjakan Mangunan – Dlingo. Di Makan Imogiri yang merupakan kompleks makam para raja dan keluarganya dari Kerajaan Mataram yang didirikan pleh Sultan Agung tahun 1632 – 1640 M yang terkenal dengan tangga berundak sebanyak 345 tangga. Di kompleks makam Imogiri ini kita jangan terlalu lama untuk bersantai ria, daripada energi yang kita butuhkan 2 kali lipat, selain dibutuhkan untuk mengayuh bisa saja habis terbakar karena panas sinar matahari cukup banyak menyengat kulit. Jalur pertama langsung diawali dengan tanjakan pendek namun panjang, yang nantinya tanjakan kedua, ketiga hingga seterusnya akan lebih tinggi dan panjang. Tapi semua itu terbayar dengan suguhan pemandangan yang apik di sisi kanan atau kiri jalan, selain hamparan bukit-bukit nan hijau kita juga dapat melihat makam raja Imogiri dari atas.
Ketika memasuki wilayah Kecamatan Dlingo, ada 2 jalur yaitu menuju Kebun Buah Mangunan atau Hutan Pinus. Kalau ini tergantung tujuan bersepeda, jika pada musim durian sempatkan untuk mampir kebun buah, bisa saja kita beruntung menikmati durian montok dari Mangunan yang sangat terkenal. Kebun buah yang dibangun oleh Pemkab Bantul pada tahun 2003 ini memiliki luas 23, 3412 ha banyak ditemukan pohon durian, mangga, rambutan, jeruk, sawo, dll.  Namun, melalui jalur hutan pinus juga tak kalah kerennya. Melintasi di sepanjang hutan ini, sangat terasa kesejukan udara yang ditawarkan. Karena udaranya tergolong bersih dari polusi, sempatkan untuk menghirup oksigen sedalam mungkin sebelum bertemu kembali dengan hiruk pikuk kota. Hutan yang masih alami ini, sering digunakan para fotografer baik yang masih amatiran hingga profesional yang memanfaatkan lansekap hutan untuk pengambilan foto bagi model atau foto pre-wedding. Tertarik?

Perjalanan ini barulah setengahnya, karena setelah melewati hutan pinus kita akan berwisata desa sejenak.  Dengan keramahan penduduk sekitar Dlingo, perjalanan dengan bersepeda semakin mantap saja! Rute yang dilewati juga cukup membahagiakan alias banyak bonus jalan datar atau menurun, saatnya para bikers untuk adu kecepatan. Lalu, kembali kita menemui beberapa tanjakan yang tidak seganas tanjakan Mangunan. Jika cuaca sedang cerah sedikit redup (tidak terlalu terik), maka kita bisa bersantai sejenak di bukit Dlingo yang tak kalah cantiknya dengan bukit Patuk. Disini kita bisa menikmati lembah hijau yang terbentang di sebelah barat bukit dan batu-batu besar bediameter 2- 3 meter yang tersebar mempercantik gaya kita saat berfoto.
Jika sudah melewati jalur ini, perjalanan selanjutnya dapat dikatakan so easy, karena jalanan datar dan menurun hingga bertemu jalan besar Jogja – Wonosari (tepat di depan tulisan Radio GCD FM), selanjutnya kita gowes sampai perempatan pasar Piyungan. Sempatkan pula untuk sekedar bersandar di salah satu warung yang tersebar di sepanjang sisi kanan jalan (dari arah Jogja) Bukit Patuk. Sambil menikmati ayam bakar/goreng ataupun sekedar indomie pate (pate: pakai telur) rebus ditemani segelas teh, kita dapat menikmati pemandangan yang juga tak kalah indahnya dari pemandangan yang kita lihat sebelumnya.
Ternyata perjalanan dengan bersepeda kali ini selain juga karena untuk menikmati alam, juga sekaligus bisa menyalurkan hobi ber-fotografi sekaligus wisata kuliner. Bayangkan saja, di sepanjang jalan wonosari – piyungan juga terdapat kuliner-kuliner yang tak kalah sedap di lidah, sebut saja sate kambing perempatan piyungan, bakso, soto pak Min depan Candi Prambanan hingga es dawet depan Dinas Purbakala DIY.
Perjalanan kali ini kita hentikan sampai di Candi Prambanan, karena hari semakin siang bahkan sengatan matahari meresap masuk hingga ke kulit lapisan endodermis. Sehingga kita putuskan untuk menyewa mobil pick-up guna mengangkut sepeda kembali ke rumah (jarak yang harus ditempuh masih 20 km lagi!).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar